Sabtu, 23 April 2011

Teks yang Mengabadi

Oleh Wildani Hefni

Al-khattu yabqa zamanan wa katib al- khatti tahta al-ardhi madfunun, karya-karya tulis akan kekal sepanjang masa sementara penulisnya hancur terkubur dibawah tanah air. 

Dalam bulan April ini, ada dua tokoh yang patut kita kenang akan jasa-jasanya. Pertama, Bung Rosihan Anwar yang telah meninggalkan kita pada Kamis, 14 April 2011 dalam usia 89 tahun. Seorang jurnalis kenamaan yang mampu tampil kritis dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. Ia lewat tulisan-tulisannya, mampu menjadikan dunia pers sebagai dunia edukasi. Teks-teks yang diolah mengejewantah menjadi tumpuan kritis terhadap kekuasaan yang mencokol.

Kedua adalah Raden Ajeng Kartini. Seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Lahir di Jepara, pada 21 April 1879.  Lewat surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda, kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Teks surat itu menjadi pendorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Teks-teks yang ditulis Kartini mampu membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. 

Dari kedua tokoh tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa teks atau tulisan memang mengabadi. Bung Rosihan Anwar dan Raden Kartini boleh saja telah meninggalkan kita lebih dulu, namun hasil uraian dan gagasan-gasannya yang tertuang dalam teks begitu melekat dan terus mengenang dalam memberikan edukasi bagi masyarakat umum.

Lewat tulisan, manusia dapat mengekspresikan segenap kemampuan berpikir. Dunia menulis merupakan jalan awal untuk mendedah pelbagai kegincuan di negeri ini. Menulis merupakan suatu profesi yang tak akan lekang oleh batasan usia, tak mengenal “konversi” dari lorong media. Apalagi dunia jurnalisme telah mempu menjadi pilar keempat demokrasi. Posisi media sebagai ladang basah untuk mengejewantahkan segala ruh jurnalisme, begitu strategis yang sanggup menyedot perhatian ribuan pasang mata.

Lewat surat kabar Pedoman, Rosihan Anwar mampu dikenang oleh zaman. Surat kabar yang cenderung memihak partai sosialis ini menjadi koran yang paling populer karena sering tampil dengan berbagai inovasi, bukan saja dalam gaya pemberitaan dan tajuk rencana, melainkan juga dalam pengenalan kata-kata baru. Surat kabar yang selalu menjadi tumpahan teks Rosihan Anwar, menjelma akan tumbuhnya koran minggu dan edisi untuk anak-anak. Rosihan juga menerbitkan majalah Siasat, yang seakan-akan disengaja untuk kaum terpelajar, karena lebih mengutamakan analisa politik dan ekonomi serta pemikiran sosial-kultural. 

Tulisan-tulisan yang pernah menjadi bahan perjuangan tokoh masa lalu, sudah saatnya kita warisi dengan tulisan-tulisan dan gagasan gagasan produktif masa kini. Ini penting untuk menjadi estafet mata rantai intelektual (intelectuall linkages) dalam skala luas. Harus kita akui bahwa teks akan mengabadi walapun authornya (penulis) sudah kembali kepada kehidupan yang abadi. 

Di dunia media massa berlaku formula global, only the knowledge journalists can provide the knowledge media for the knowledge society, hanya dunia jurnalis yang mampu memberikan sisi edukasi bagi masyarakat umum. Tulisan adalah seperangkat wujud pengabdian dan upaya memberikan sumbangsih pemikiran sebesar-besarnya demi kepentingan masyarakat, kepentingan peradaban. 

Pesan Bill Ryan, wartawan The Hartford Courant, cukup mencengangkan. Pesan itu  “sepintar apapun orang dan sesakti apapun dia akan dilupakan sejarah kalau tidak punya karya, termasuk karya tulis”. Pesan tersebut harus kita letakkan dalam “saku” untuk meneruskan perjuangan keras para founding fathers kita dalam mewujudkan negara Indonesia ini. 

Dengan tulisan, intelektualitas, agresifitas, dan idealitas akan tampak dan abadi. Dalam pepatah latin diungkapkan: scripta manent, verba volent. Dokumentasi tulisan bersifat abadi dan dapat dibaca berulang-ulang sehingga daya jangkau penyampaiannya bisa mengenai lebih banyak kalangan. Keistimewaan agitasi dalam rangkaian tulisan mampu memengaruhi massa lebih besar karena daya jangkaunya lebih mengemuka. Karena itu, menulis adalah kegiatan perenial untuk keabadian. Tulisan merupakan raga dari ide dan gagasan yang diejewantahkan dalam wadah kreatifitas untuk mengikis menjelma menjadi lorong pemberontakan.

Wildani Hefni, Pengelola Rumah Baca PesMa Darun Najah IAIN Walisongo Semarang

Dimuat di Radar Surabaya, Minggu, 24 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar