Sabtu, 18 Juni 2011

Resoekarnoisme Pancasila


Oleh Wildani Hefni

Judul : Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam
Penulis : Prof Dr Hamka Haq, MA
Penerbit : Rakyat Merdeka Books
Tahun : I, 2011
Tebal : xvi 237 halaman
Harga : Rp 36.000

Baru-baru ini, devaluasi tentang Pancasila mengemuka dan menemukan momentumnya pada 1 Juni 2011 sebagai hari Pancasila. Pancasila dianggap biang keladi dari segala keterpurukan sosial-ekonomi di Indonesia, sedangkan solusi yang nyaring tak lain adalah mengganti Indonesia menjadi negara Islam. Pemahaman skripturalis membuat golongan-golongan ekstrem cenderung konservatif dan fundamentalis. Pancasila disalahtafsirkan dan dipahaami kontraproduktif terhadap keutuhan bangsa.

Buku ini hadir dengan semangat kebangsaan untuk menunjukkan betapa pentingnya sebuah ideologi pemersatu yang terpatri pada Pancasila 1 Juni 1945. Dengan suguhan sejarah, buku ini lantang mengemukakan bahwa Pancasila adalah pancaran dan cerminan syariat Islam yang rahmatan lil alamin.

Soekarno saat hendak merumuskan ideologi bangsa, melihat Islam dengan pendekatan lain yaitu pendekatan etis dan perilaku masyarakat. Apa yang ditekuni oleh Soekarno ini, dianggap oleh Hamka Haq sebagai jenis metode penalaran fikih yang dikenal dengan maslahah mursalah. Tak hanya itu, Soekarno juga menggunakan instrumen pendekatan filsafat historic degree. Bagi Soekarno, Islam is a progress, penerapan syariat Islam melalui proses sejarah yang dalam kajian ushul fiqih disebut tarikh tasyri', yang kemudian kita akan menemukan ruh tasyri'.

Dari persoalan ini, Soekarno menganggap bahwa konsep khilafah atau formalisasi syariat Islam mungkin cocok di zamannya masing-masing, tetapi untuk zaman modern sekarang kondisi telah berubah. Secara tersirat, hal ini mengindikasikan bahwa model khilafah sudah ketinggalan zaman dan masyarakat semakin cerdas menuntut hak-hak politiknya. Namun roh syariatnya perlu ditangkap, yaitu pemerintahan harus menyejahterakan rakyat, melepaskan rakyat dari perbudakan dan penjajahan.

Karena itu, Soekarno saat menyampaikan pidato pada tanggal 1 Juni 1945, terdapat lima dasar yang diusulkan. Pertama, nasionalisme-kebangsaan yang berperikemanusiaan yang memandang seluruh harkat martabat bangsa. Kedua, internasionalisme atau perikemanusiaan yang sejatinya membebaskan seluruh rakyat dari penjajahan dan feodalisme. Ketiga, mufakat dan demokrasi yang menempatkan kedaulatan ada di tangan rakyat. Keempat, kesejahteraan sosial dan kelima, ketuhanan yang maha esa yang menjadi sumber sekaligus tujuan akhir dari segalanya. 

Usaha Hamka begitu getol dalam upaya resoekarnoisme, sebuah upaya membangkitkan kembali praktik-praktik, pemikiran, ajaran dan keberadaan Soekarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia. Setidaknya, buku ini menjadi referensi otentik bagi kalangan yang salah memahami sistematika Pancasila dalam pidato Soekarno. Menampilkan titik jernih antara Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam dan menyediakan nalar kritis bagi mereka yang gencar menyuarakan formalisasi syariat Islam. Tak hanya itu, buku ini menjadi gerak perlawanan terhadap "rasa lupa" pada roh Pancasila yang sejatinya menjadi ideologi tunggal yang tertuang dalam UUD 1945.

Wildani Hefni, Pengelola Rumah Baca PesMa Darun Najah IAIN Walisongo Semarang

 Dimuat di Koran Jakarta, Selasa, 7 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar