Jumat, 08 Juli 2011

Jurnalisme Pembocor Pornografi Politik


Oleh Wildani Hefni

Judul : Wikileaks Situs Paling Berbahaya di Dunia
Penulis : Haris Priyatna
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, Maret 2011
Tebal : 240 halaman

Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hiruk-pikuk Wikileaks karena ia telah menjadi titik episentrum gempa politik baru. Dagelan global seputar bocoran kawat diplomatik yang dipublikasikan di pelbagai surat kabar dunia, membuka mata akan paronia konspirasi tingkat tinggi. 

Pada Desember 2006, Wikileaks membeberkan dokumen pertamanya tentang keputusan Pengadilan Islam Somalia. Pada April 2010, kembali merilis video rekaman pembantaian terhadap 12 warga Irak oleh tentara Amerika di Bahgdad. Kemudian lebih dalam lagi, memajang 91.000 dokumen rahasia milik Pentagon tentang perang Afghanistan. 

Wikileaks juga membeberkan pornografi politik Indonesia lewat dua surat kabar yang terbit di Australia, The Age dan Sydney Morning Herald. Publik Indonesia sempat kewalahan ketika presiden republik ini ditelanjangi dalam bocoran kawat Wikileaks. Bayangkan saja, presiden SBY dipublikasikan bahwa ia telah melakukan korupsi, penyelewengan kekuasaan, serta mengintervensi jaksa dan hakim untuk melindungi sejumlah politisi korup dan menghantam rival-rivalnya.

Wikileaks adalah organisasi nonprofit yang bertujuan menyajikan informasi kepada publik melalui media massa ke seluruh dunia. Ia lahir menjadi alat jurnalistik penting sesuai undang-undang kemerdekaan informasi. Secara lantang, wikileaks menjadi jurnalisme yang menampar siang bolong atas ranjau sensor, ketertutupan, dan kerahasiaan dokumen berbagai negara dan perusahaan internasional. 

Buku ini dengan jeli meyakinkan bahwa kawat-kawat bocoran Wikileaks itu bukan dokumen sembarangan, tingkat akurasinya tak perlu dipertanyakan. Ia menjelma menyuguhkan fakta dan kebenaran dengan misi tanpa kekerasan (cyberweapon). Ditulis para diplomat berdasarkan konversasi ataupun pengamatan di negara penempatan. Sulit meragukan kredibilitas isi kawat karena—seperti berita yang ditulis wartawan atau hasil riset peneliti—dicek silang, dirapatkan, diperiksa atasan, dan diverifikasi sebagai dokumen negara.

Buku besutan Haris Prayitna ini mampu menghadirkan pertautan panas antara Indonesia dengan Wikileaks. Indonesia mengalami ketakutan akan bocoran-bocoran Wikileaks, karena Wikileaks bukan hanya organisasi gertak sambal melainkan jurnalisme yang memainkan  fungsi cyber-investigative jurnalism dan cyberresistance di dunia virtual politik yang membangun kekuatan dan dukungan jaringan global. Membalut diri menjadi media komunikasi dan informasi yang esensial dalam kehidupan bernegara.

Yang menarik dari buku ini adalah penelusuran akan kehidupan pendiri Wikileaks yaitu Julian Assange. Berkat kecerdasan pria kelahiran Townsville pada 1971 dan modal IQ lebih dari 170, ia mampu memancing sensasi di belahan dunia dengan gaya hacktivist. (hal 187).

Akhirnya, Wikileaks mendapat dukungan dari lima media besar dunia yaitu The New York Times, The Guardian, Le Monde, Der Speigel dan El Pais. Maka dengan tajam, Wikileaks menyorot pelbagai konspirasi perang, korupsi korporasi, suap-menyuap bisnis, tekanan-tekanan politik serta kelaliman para pemimpin. Bermarkas di Inggris dengan kombinasi wartawan terpercaya, software programmer, network engineer dan matematikawan. Jaringan Wikileaks terus meluas dengan dibantu oleh Daniel Schimitt (Jerman), Rop Gonggrijp (Belanda), dan Brigitta Jonsdottir (Islandia).

Wikileaks berani mempublikasikan 251. 287 kawat-kawat diplomatik pemerintah Amerika Serikat dan mempublikasikan kedutaan Besar AS di Jakarta dan Konsulat di Surabaya. Dokumen yang diungkap adalah komunikasi rahasia antara 27 konsulat dan utusan-utusan diplomatik AS di seluruh dunia. 

Dalam salah satu dokumen yang berhasil dipublikasikan, Wikileaks menggambarkan dunia seks, narkoba dan rock n roll di balik kesalehan formal kerajaan Arab Saudi. Di tengarai, terdapat tradisi pesta Halloween di bawah  tanah. Hadir beribu-ribu perempuan pelacur yang penuh dengan hamburan minuman keras. (hal 100)

Buku ini mengulas semua bentuk kebobrokan yang mewarnai dunia internasional: korupsi, kebohongan politik, pembungkaman pers, kerusuhan, pembunuhan, politisi agama, dan kedegilan para pemimpin kelas dunia. Penulis tidak hanya berhenti menghujat berbagai kejahatan internasional dan membongkar mekanismenya, namun juga menampilkan sebuah perlawanan agresif terhadap dominasi korporasi raksasa dan hegemoni pemerintah despotik.

Alhasil, buku ini mampu menyadarkan semua orang bahwa sensor dokumen, ketertutupan, kebohongan, dan pelbagai konspirasi tingkat tinggi yang banyak muncul dengan sporadis, harus segera diungkap kepada publik secara berkala dan bermanfaat untuk riset ilmiah atau jurnalisme investigatif terhadap pornografi politik internasional.

Wildani Hefni, Pengelola Rumah Baca PesMa Darun Najah IAIN Walisongo Semarang

Dimuat di GP Ansor, Jum'at, 8 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar